Al-Qur’an melarang seorang wanita bicara lembut dengan lelaki yang tidaklah mahramnya. Sebab, kelembutan dan keluguannya akan menggoda kelelakian orang itu, mengencangkan hasrat untuk mengubernya, dan menarik perhatian golongan lelaki untuk simpati dan berusaha tahu keelokannya, walaupun awal mulanya, dia tak mempunyai maksud apa-apa.
Waktu seseorang lelaki tahu satu daya tarik wanita, jadi wanita ideal akan memberi pada suaminya satu hal yang demikian diimpikan banyaknya lelaki, yakni pengucapan yang manis dan lembut.
Dia dapat menangkap kalau keperempuanan dan kelembutannya dapat menarik simpatinya, tengah kata kasar bakal bikin petaka lantaran perlakuan kasar seorang wanita dapat menyingkirkan kasih sayang, simpati, hasrat dan mengendurkan hasrat untuk terkait i***m.
Kasih sayang yang datang dan pergi, berjalan hanya dalam hitungan detik yaitu bukti berkurangnya rasa cinta, waktu sudah masuk sisi tak ada keinginan terkait i***m lagi bermakna tidak ada cinta sekalipun.
Sebagian istri lakukan kekeliruan waktu berasumsi jalinan yang baik dan perilaku lemah lembut cukup untuk menarik simpati suami.
Pemahaman seperti ini perlu diluruskan, mengingat ayat Al-Qur’an hanya sangat konsentrasi pada larangan berkata lembut, lantaran pengaruhnya demikian besar pada lelaki.
Ini yaitu dalil utamanya berkata lembut. Berarti seorang istri dituntut bicara dengan lembut, pilih pengucapan yang hangat, dan memelankan nada waktu bicara dengan sedikit merajuk dan manja.
Sungguh Allah Ta’ala berfirman, “Dan katakanlah pada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka menyampaikan pengucapan yang tambah baik (benar). ” (QS. Al-Isra’ : 53).
Kadang-kadang seorang istri bicara dengan sedikit manja dan merajuk pada suaminya, tetapi sang suami mengertinya lain.
Bahkan juga, dia mengartikan rajukan dan kemanjaan ini sebagai aksi keketusan yang menyebalkan dan satu kesombongan, sampai yang terwujud yakni satu permasalahan yang karena oleh satu hal yang remeh.
Terkadang permasalahan itu semakin rumit saat sang istri tidak sukai dengan perlakuan suaminya yang terkesan tidak menghormati kebaikannya. Sebentar sang suami merasa tidak berbuat satu kekeliruan sekalipun yang mengakibatkan sang istri berlaku ketus.
Hal sejenis ini bisa berjalan lantaran lemahnya komunikasi dan kesalahan mengartikan yang terkait dengan penyampaian pembicaraan yang kurang baik.
Oleh karenanya, semuanya suatu hal yang ada pada rumah tangga harus dibicarakan dengan baik dan ketika yang cocok. Sampai, dapat temukan jalan keluar yang cocok juga.
Di ambil dari tulisan Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Dawud dalam buku Hadiah Pernikahan. Abu Syafiq/BersamaDakwah