Sholat Tahajud termasuk salat dikerjakan pada malam hari setelah kita terjaga dari tidur. Hasil penelitian, ternyata salat sunnat pada sepertiga akhir malam ini bisa mengobati penyakit kanker.
Pensyarah IAIN Surabaya, Mohammad Sholeh, mengungkapkan, salat sunnat mu'akad itu dapat membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker.
Moh Sholeh telah menguraikan khasiat tahajjud itu pada disertasinya berjudul, “Pengaruh Sholat Tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Respons ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi”. Desertasi yang membawa Sholeh meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pascasarjana Universitas Surabaya.
Menurutnya, apabila ibadah tersebut dilakukan secara rutin, tepat gerakannya, dan khusuk, secara medis, salat itu menumbuhkan respons ketahanan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi.
Salat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status salat yang muakkadah (sunah mendekati wajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas salat, ketepatan gerakan, kekhusyukan, dan keikhlasan. Ia menambahkan bahwa selama ini ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran.
Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol. Sholeh memaparkan parameternya dapat diukur dengan kondisi tubuh, pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya anatara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24.00- normalnya antara 69-345 nmol/liter.
“Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebaliknya.” ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.
Dalam penelitiannya, Sholeh melakukan penelitian terhadap 41 responden siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh.
Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02.00-03.30 sebanyak 11 rakaat, masing-masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat.
Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (Paramita, Prodia dan Klinika).
Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajjud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menanggulangi masalah.
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” [QS. Al-Isra’ ayat 79].
(Sumber:muslimahcorner.com)