Meski Nung hidup serba kekurangan, dia masih mau mengajari anak-anak pemulung mengaji tanpa biaya sepeserpun.
Sri Mulyati, 45 tahun, menjalani hidup seadanya. Di usianya yang terbilang masih cukup muda, wanita yang kerap disapa Ibu Nung ini sudah harus menjadi janda. Sang suami, Ndang Sofyan, meninggal akibat mengidap penyakit diabetes.
Sebagai seorang janda, Nung harus mencukupi kebutuhan hidup secara mandiri. Sementara itu, dia punya tanggungan 12 anak. Nung harus berjuang keras demi memenuhi kebutuhan mereka.
Nung menikah dengan suaminya ketika masih berusia 17 tahun. Usia yang seharusnya masih menikmati masa-masa indah tumbuh sebagai remaja. Tetapi, keputusan untuk menerima pinangan Sofyan tidak pernah dia sesali.
Pada 2005, Nung bersama suaminya pernah tinggal di Cianjur dan Yogyakarta. Dia pergi ke Jakarta mengikuti sang suami yang kala itu bekerja sebagai tukang sol sepatu.
Saat itu, Nung telah memiliki 10 anak. Biaya hidup yang tinggi selama di Jakarta memaksa mereka tinggal di kawasan pemulung. Tempat tinggal mereka pun hanya sebuah gubuk terbuat dari tumpukan kardus bekas.
Lantaran biaya hidup yang tinggi, Nung terpaksa ikut memulung. Yang menyedihkan, langkah itu harus diikuti anak-anaknya. Mereka tidak bersekolah karena kekurangan biaya. Mereka mendapat pendidikan secara informal dari Nung.
Meski ditinggal sang suami, Nung tidak mau menyerah. Dia semakin gigih berusaha mencari pendapatan tambahan demi kebahagiaan anak-anaknya.
"Saya nggak punya waktu untuk terpuruk, anak-anak masih butuh ibunya," kata Nung.
Meski sebagai pemulung, Nung ternyata punya kemampuan cukup baik dalam mengajar. Dia lalu mendapat tawaran untuk menjadi pengajar di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Aisyah Azzahra Kebon Jeruk. Nung dinilai sebagai guru yang cakap.
Pendapatan yang dia terima sebagai guru sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan anak-anak. Seringkali Nung harus menahan diri untuk tidak makan demi kebutuhan anak-anaknya.
"Saya lebih baik puasa, daripada anak-anak saya kelaparan. Kasihan mereka masih dalam proses tumbuh kembang," ucap dia.
Nung menyadari banyak anak-anak di sekelilingnya yang tidak bisa mengaji. Untuk itu, meski dalam kekurangan, Nung rela mengajari anak-anak pemulung di sekitarnya mengaji.
Ada sekitar 60 anak yang menjadi muridnya. Kepada mereka, Nung sama sekali tidak menarik biaya sepeserpun. Satu mimpi yang ingin Nung raih dengan mengajar anak-anak pemulung itu, menjadi manusiayang berguna bagi orang lain.
(Sumber: dompetdhuafa.org)